SuaraSumut.id - Konflik agraria kembali mencuat di Sumatera Utara (Sumut). Kali ini, sorotan tertuju pada Polres Simalungun yang diduga melakukan kriminalisasi terhadap HG, warga Huta II Raja Hombang, Nagori Pokan Baru, Kabupaten Simalungun.
Dugaan pelanggaran hukum ini memicu gelombang aksi dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumatera Utara. Mereka mendatangi Polda Sumut dalam aksi unjuk rasa bertajuk #StopKriminalisasi dan #EvaluasiPolresSimalungun.
Aksi tersebut dipimpin langsung oleh Fikri Ihsan Rangkuti dan Rois Mubarak, serta didukung masyarakat adat dari sejumlah nagori (desa adat) seperti Bosar Galugur, Maria Hombang, dan Pokan Baru.
Ketua Umum HMI Sumut Yusril Mahenda Butar-Butar menyampaikan aksi ini dilakukan atas dasar penderitaan masyarakat adat yang sedang berjuang hak atas tanah mereka.
Diketahui, masyarakat adat tersebut sedang memperjuangkan hak atas tanah yang telah dihuni dan dikelola secara turun temurun sejak Indonesia belum merdeka hingga saat ini.
"Sumatera Utara masih menyandang status sebagai salah satu wilayah dengan konflik agraria tertinggi di Indonesia. Banyak mafia yang berlindung atau dilindungi aparat penegak hukum," katanya, Jumat 18 Juli 2025.
Yusril mengatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap HG dinilai penuh kejanggalan dan sarat kepentingan.
"Kami mendapat informasi telah terjadi dugaan kriminalisasi terhadap HG yang dilakukan oleh Polres Simalungun. Setelah melakukan investigasi dan eksaminasi, kami menilai proses penetapan tersangka itu sarat akan kepentingan dan diduga tidak mengedepankan prinsip profesional, transparan dan akuntabel," sambungnya.
Pihaknya meminta Kapolda Sumut turun tangan menyelesaikan kasus ini, dan mengevaluasi kinerja Polres Simalungun secara menyeluruh. Mereka menegaskan bahwa jika tuntutan ini tidak ditindaklanjuti, HMI akan menggalang kekuatan masyarakat sipil untuk terus mengawal kasus ini.
"Apabila tidak, kami akan mengkonsolidasi seluruh elemen-elemen masyarakat untuk mengawal persoalan ini hingga tuntas," ucap Yusril.
Sementara itu, Fikri Ihsan menambahkan masih banyak oknum-oknum kepolisian yang mencari nafkah melalui cara-cara yang dilarang oleh undang-undang dan agama.
"Kami (HMI Sumut) sering kali mendapati informasi tentang tindakan terlarang yang dilakukan kepolisian, bahkan setiap harinya kita selalu disuguhi tentang praktik-praktik menjijikan yang mengorbankan masyarakat. Kami menduga kali ini HG yang menjadi objek mencari nafkah sampingan oleh pihak kepolisian," katanya.
Isu konflik agraria yang menimpa masyarakat adat seperti di Simalungun bukanlah hal baru. Di berbagai daerah di Indonesia, masyarakat adat sering kali berhadapan dengan perusahaan besar, mafia tanah, bahkan aparat negara saat memperjuangkan hak mereka atas tanah adat.
Kondisi ini menunjukkan pentingnya peran negara dalam melindungi masyarakat adat dari ancaman kriminalisasi dan perampasan lahan.
Penegakan hukum seharusnya berpihak pada keadilan, bukan menjadi alat kepentingan segelintir pihak.