"Yang dikritik ini kan pejabat, bukan personalitinya. Mereka kan pejabat publik, dan jangan terlalu cepat menuduh atau menghakimi," jelasnya.
Bahkrul menyebut, komentar-komentar yang ada di media sosial itu multitafsir, sehingga tidak bisa diterima begitu saja secara logika.
"Kan bisa ditanya yang bersangkutan menuliskan itu soal apa dan kaitannya apa. Yang jelas tidak tuntasnya dalam penggunaan bahasa sehingga terjadi multitafsir. Harusnya tanya ahli bahasa definisi dari setiap kata yang digunakan dalam komentar itu," katanya.
Dirinya menyarankan Erni untuk lebih memahami posisinya sebagai pimpinan di DPRD Sumut. Hal-hal seperti ini, kata Bakhrul, lebih baik dibicarakan secara internal, karena dapat menciptakan pandangan buruk dari masyarakat tentang posisi keduanya yang sebagai perwakilan rakyat.
"Lebih baiknya ini dibicarakan secara internal dulu. Karena satu rumah tangga. Keduanya bertemu dan berdialog apa sebenarnya yang terjadi, sehingga tidak menciptakan pandangan lain. Seorang Ketua DPRD Sumut itu harus bisa menjalan perannya untuk tidak menciptakan kegaduhan," katanya.
Diketahui, Erni Ariyanti Sitorus dan HS merupakan sama-sama Kader Partai Golkar Sumut.
Dengan adanya peristiwa ini, Bakhrul berharap tidak dilandasi konflik internal partai, yakni Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sumut.