- UUPA secara tegas memberikan kewenangan kepada Pemerintah Aceh
- pelabuhan di Aceh dilimpahkan kepada Pemerintah Aceh, namun hingga kini masih diambil alih pusat
- justru menutup akses keadilan. Hakim harus menafsirkan hukum secara progresif dan berpihak pada rakyat
SuaraSumut.id - Lembaga Bantuan Hukum Kajian Advokasi dan Tata Regulasi (LBH Kantara) mendaftarkan gugatan citizen lawsuit ke Pengadilan Negeri Kuala Simpang dengan Nomor Perkara 6/Pdt.G/2025/PN Ksp.
Gugatan ini diajukan terhadap Presiden dan Menteri Perhubungan atas dugaan perbuatan melawan hukum karena tidak melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Direktur LBH Kantara, Muhammad Suhaji, menyatakan gugatan ini lahir dari keprihatinan mendalam atas masih dikuasainya pengelolaan pelabuhan di Aceh oleh pemerintah pusat melalui PP dan Permenhub, padahal UUPA secara tegas memberikan kewenangan itu kepada Pemerintah Aceh.
"Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi menyangkut marwah otonomi khusus Aceh dan janji perdamaian MoU Helsinki yang sudah disepakati secara internasional," katanya dalam keterangan yang diterima, Rabu 24 September 2025.
Dalam gugatannya, LBH Kantara mendalilkan bahwa keberadaan PP No. 105 Tahun 2012, PP No. 31 Tahun 2021, dan Permenhub No. 50 Tahun 2021 bertentangan dengan Pasal 19 UUPA.
Seharusnya, kewenangan penuh pengelolaan pelabuhan di Aceh dilimpahkan kepada Pemerintah Aceh, namun hingga kini masih diambil alih pusat. Fakta ini bahkan sudah menjadi sorotan publik, sebagaimana diberitakan oleh media dengan judul “Implementasi UU Pemerintah Aceh Masih Minim.”
Pihaknya menekankan gugatan ini sebagai bentuk akses keadilan (access to justice) bagi masyarakat Aceh. Menurutnya, wajar bila gugatan diajukan di PN Kuala Simpang karena locus persoalan ada di Aceh.
“Kalau masyarakat Aceh dipaksa menggugat ke Jakarta, itu justru menutup akses keadilan. Hakim harus menafsirkan hukum secara progresif dan berpihak pada rakyat,” ujarnya.
Melalui gugatan ini, pihaknya menuntut agar PN Kuala Simpang menyatakan pemerintah pusat melakukan perbuatan melawan hukum, memerintahkan pelaksanaan Pasal 19 UUPA, menghentikan penerapan peraturan yang bertentangan, serta menyerahkan kewenangan pengelolaan pelabuhan dan bandara kepada Pemerintah Aceh.
“Ini bukan hanya perjuangan hukum, tapi juga perjuangan sejarah. Putusan yang adil akan menjadi kemenangan generasi Aceh ke depan dalam menagih janji otonomi yang sejati," katanya.