Warung Makan di Aceh Tamiang Bangkit Usai Kementerian PU Bersihkan Akses Jalan

Ia dan keluarga akhirnya mengungsi ke rumah tetangga yang lebih tinggi.

Suhardiman
Selasa, 30 Desember 2025 | 14:05 WIB
Warung Makan di Aceh Tamiang Bangkit Usai Kementerian PU Bersihkan Akses Jalan
Arnis (57), pemilik rumah makan di Aceh Tamiang. [Suara.com/ M.Aribowo]
Baca 10 detik
  • Bencana banjir dan longsor akhir November 2025 di Aceh Tamiang melumpuhkan ekonomi warga, memaksa warung Arnis tutup sementara sejak 26 November.
  • Pemilik warung Arnis (57) dan karyawannya sempat mengungsi akibat kenaikan air banjir yang sangat cepat dan merusak properti usahanya.
  • Pembersihan akses jalan oleh Kementerian PU memicu pembukaan kembali warung Arnis dan warung lainnya, memulihkan aktivitas ekonomi lokal.

SuaraSumut.id - Bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, pada akhir November 2025, bukan hanya merusak rumah dan infrastruktur, tetapi juga melumpuhkan denyut ekonomi masyarakat. Warung-warung makan di sepanjang jalan lintas terpaksa menutup usaha, meninggalkan dapur dingin dan kursi kosong.

Namun, secercah harapan mulai tampak setelah Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melalui Direktorat Jenderal Bina Marga, turun tangan membersihkan akses jalan yang sebelumnya tertutup lumpur dan puing.

Salah satu potret ketangguhan warga tercermin dari kisah Arnis (57), pemilik warung makan sederhana di jalan lintas Aceh Tamiang. Selama lima tahun, warung tersebut menjadi sumber nafkah bagi ia dan para karyawan. Banjir besar menjadi ujian terberat yang hampir mematikan usahanya.

Arnis masih mengingat jelas suasana mencekam pada hari terakhir ia berjualan. Air awalnya
datang perlahan, lalu berubah menjadi ancaman yang memaksa ia dan keluarga mengungsi selama berhari-hari.

“Terakhir saya jualan tanggal 26 November. Suasananya sudah mencekam, air mulai naik. Lampu mati, saya pakai genset sampai habis Isya, setelah itu saya tutup,” kata Arnis saat ditemui tim suara.com, Senin, 29 Desember 2025.

Kondisi semakin sulit ketika bahan bakar untuk genset tak lagi tersedia. Seiring air banjir terus naik, warung pun terpaksa tutup.

"Bahan bakar minyak sudah tidak ada yang jual, rumah-rumah juga sudah kosong, jadi saya tutup warung,” ujarnya.

Saat itu, Arnis tidak tinggal di lokasi warung. Namun para karyawannya justru menjadikan tempat tersebut sebagai lokasi pengungsian sementara.

"Karyawan saya tinggal di sini. Rumahnya sudah dua hari kemasukan air. Dia mengungsi ke sini (warung), sama istri dan anak-anaknya, masih kecil-kecil, ada bayi juga,” ucapnya.

Arnis tak menyangka banjir akan sedahsyat itu. Saat pulang ke rumah, kondisi awal masih terlihat aman. Namun dalam hitungan jam, jalan di depan rumah berubah seperti sungai.

“Saya pakai mobil, tapi enggak bisa dikeluarin lagi. Jalan depan sudah macam sungai. Mobil terjebak di dalam,” kata Arnis.

Ia dan keluarga akhirnya mengungsi ke rumah tetangga yang lebih tinggi.

“Empat hari saya mengungsi sama anak-anak, semua panik. Steling tumbang, pecah, botol ada yang pecah," ujarnya.

Pascabanjir surut, keadaan belum langsung pulih. Lumpur masih di mana-mana. Warungnya terbengkalai dan aktivitas ekonomi nyaris lumpuh.

“Sudah satu bulan keadaan seperti ini. Dampaknya besar sekali,” katanya lirih.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini