Scroll untuk membaca artikel
Suhardiman
Kamis, 20 Februari 2025 | 14:46 WIB
Ilustrasi pengungsi Rohingya. [Suara.com/Ema]

SuaraSumut.id - Pemerintah Kota atau Pemkot Langsa, Aceh menolak untuk menampung para pengungsi Rohingya. Pasalnya, mereka sebelumnya datang dari Bireuen.

"Mereka diantar dari Bireuen menggunakan bus pariwisata. Kenapa mereka diantar ke daerah lain? Jadi, diantar balik ke tempat mereka semula,” kata Pj Wali Kota Langsa Syaridin, melansir Antara, Kamis (20/2/2025),

Menurut Syaridin, tindakannya tidak menyalahi Perpres nomor 125. Seharusnya Pemkab Bireuen yang bertanggung jawab atas kaburnya para pengungsi Rohingya ke Langsa.

"Kalau menurut saya di Bireuen ditanyakan kenapa diantar ke daerah lain. Mereka bukan berasal dari Langsa ditolak ke daerah sana. Tetapi, dikembalikan ke Bireuen karena mereka dasar dari sana," ujarnya.

Ketua KontraS Aceh sekaligus juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil, Azharul Husna menyesalkan tindakan tersebut. Menurutnya, pengembalian pengungsi ke lokasi penjemputan merupakan tindakan keliru dan dapat membahayakan keselamatan pengungsi.

Dirinya memintat Pemko Langsa mematuhi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri dalam penanganan pengungsi Rohingya.

"Dengan aturan yang sudah ada, tidak sepantasnya Pemerintah Kota Langsa mengambil keputusan seperti yang terjadi hari ini," ucapnya.

Diketahui, sebanyak 93 pengungsi ditahan di depan Terminal Tipe A, Simpang Lhee, Langsa Barat, pada Senin 17 Februari 2025.

Para pengungsi terdiri dari 32 laki-laki, 51 perempuan, dan 10 anak-anak ditemukan dalam bus tanpa nomor polisi saat razia Operasi Keselamatan Seulawah 2025 yang digelar Polres Langsa.

Berdasarkan penelusuran Koalisi Masyarakat Sipil para pengungsi dijemput dari kawasan Kabupaten Bireuen dengan tujuan perjalanan menuju Pekanbaru. Saat terjaring razia di Langsa, bus dan pengungsi ditahan di terminal tersebut selama 10 jam, tanpa melalui proses pendataan pengungsi oleh pihak berwenang yakni imigrasi dan kepolisian.

Sekitar pukul 20.00 WIB, pengungsi kembali dinaikkan ke dalam bus, kemudian dikembalikan ke lokasi awal penjemputan, sesuai hasil rapat pemangku kepentingan dari kalangan pemerintah dan lembaga.

"Ironisnya, berbagai lembaga kemanusiaan tidak mendapatkan akses untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi,” katanya.

Husna berpendapat kondisi yang terjadi saat ini berlawanan dengan Perpres nomor 125. Dalam Pasal 18, 19, dan 20 ditegaskan, polisi wajib mengamankan pengungsi untuk diserahkan ke pihak Imigrasi guna proses pendataan untuk memastikan status 93 orang ini merupakan pengungsi atau imigran.

“Bahkan Pasal 31 ayat (3) disebutkan, instansi pemerintah berkewajiban menciptakan kondisi yang aman guna menghindari tindak kejahatan, terhadap pengungsi,” katanya.

Dirinya menilai tindakan keliru yang terjadi saat ini disebabkan karena buruknya koordinasi antar instansi yang berwenang dalam penanganan pengungsi

"Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri dipastikan tidak menjalankan fungsinya dalam mengoordinasikan penanganan pengungsi, mulai dari tahap penemuan, penampungan, pengamanan hingga pengawasan sebagaimana diamanatkan dalam Perpres tersebut," katanya.

Load More