Suhardiman
Senin, 10 November 2025 | 19:12 WIB
Gambar wajah tokoh perjuangan bersenjata dari Sumatra Utara, Tuan Rondahaim Saragih ditampilkan dalam upacara pemberian gelar pahlawan di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025). [ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz]
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh di Istana Negara.
  • Salah satu penerimanya adalah Tuan Rondahaim Saragih, pahlawan asal Simalungun, Sumatera Utara.
  • Rondahaim dikenal sebagai pemimpin cerdas yang mempertahankan wilayahnya dari Belanda dengan strategi perang gerilya.

 

Tuan Rondahaim Saragih Garingging adalah pahlawan nasional baru asal Sumatera Utara yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada November 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto.

Ia lahir pada tahun 1828 di Simalungun dan merupakan keturunan bangsawan Batak yang memimpin Kerajaan Raya Simalungun sebagai raja ke-14.

Dijuluki "Napoleon der Bataks" oleh pemerintah kolonial Belanda karena kepemimpinan dan strategi perangnya yang cerdas dalam melawan penjajah Belanda.

Rondahaim dikenal sebagai pemimpin visioner yang memperjuangkan persatuan kerajaan-kerajaan Batak dan memimpin perjuangan bersenjata yang berhasil mempertahankan wilayahnya dari kolonialisme Belanda hingga akhir hayatnya pada 1891.

Berkat perjuangannya, wilayah Partuanan Raya tidak pernah takluk kepada Belanda selama masa pemerintahannya. Ia juga mendapat penghargaan berupa Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama pada tahun 1999 sebelum diakui resmi sebagai pahlawan nasional.

Kontribusi militer dan strategi Tuan Rondahaim Saragih melawan Belanda sangat signifikan dan mengagumkan dalam sejarah perlawanan di Sumatera Utara. Ia dikenal sebagai pemimpin yang visioner dan ahli strategi perang yang cerdik, sehingga dijuluki "Napoleon der Bataks" oleh Belanda.

Strategi militernya meliputi:

- Memanfaatkan medan hutan pegunungan Simalungun untuk serangan gerilya mendadak dan pemutusan jalur logistik pasukan Belanda.

- Membangun dan mengorganisasi pasukan terlatih dengan merekrut guru-guru perang dari Aceh dan Gayo.

- Membentuk aliansi pertahanan solid melalui diplomasi dengan kerajaan-kerajaan kecil di Simalungun untuk menghadapi ekspansi Belanda.

- Mengatur pertahanan berbasis benteng alami seperti sungai dan bukit, serta melaksanakan serangan kejutan yang terampil, termasuk membakar perkebunan Belanda.

- Menggunakan taktik "musuh borngin" atau perang malam hari dengan pasukan khusus yang punya penglihatan dan mobilitas tinggi serta pengetahuan geografis yang unggul.

- Mempunyai pendekatan militer yang mirip Napoleon Bonaparte, yaitu menggunakan formasi defensif kuat, artileri, serta kolaborasi antar kavaleri dan infanteri untuk mengalahkan musuh dari jarak jauh sebelum kontak langsung.

- Melatih pasukan gerilya, kavaleri, dan membangun jaringan komunikasi serta diplomasi untuk menguatkan perlawanan bersama.

Catatan pentingnya, wilayah Partuanan Raya selama masa kepemimpinannya tidak pernah berhasil ditaklukkan Belanda, dan pertempuran besar yang dipimpinnya terjadi di Dolok Merawan dan Bandar Padang pada akhir 1880-an.

Load More