SuaraSumut.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan angkat bicara perihal proses perdamaian Sarpan (57) korban penyiksaan dan penganiayaan di Mapolsek Percut Sei Tuan oleh oknum kepolisian yang terjadi beberapa waktu lalu.
Kepala Divisi Buruh dan Miskin Kota LBH Medan Maswan Tambak menilai, proses perdamaian terhadap korban yang telah dirugikan baik dari sisi psikis, fisik dan materil, tentu adalah hal yang sangat positif.
Secara kontekstual, perdamaian antara korban Sarpan dengan oknum yang terlibat kasus dugaan penganiayaan, yang dalam hal ini diwakili oleh Luis Beltran, merupakan pengakuan atas perbuatan yang telah dilakukan.
"Tapi yang kita sesalkan ketika dalam klausul perjanjian-perjanjian itu, mengapa Sarpan harus mencabut perjanjian, mencabut pernyataan, dan tidak akan melakukan tuntutan dikemudian hari. Ini menurut kita itu yang kurang tepat secara hukum," kata Maswan kepada Suara.com, Senin (31/8/2020) malam.
Baca Juga:Babak Belur Disiksa Polisi, Sarpan Berdamai Dikasih Duit Rp 120 Juta
Dikatakan Maswan, kasus dugaan penyiksaan yang dialami Sarpan, berbeda dengan kasus biasa yang sehingga dapat selesai setelah perdamaian.
Dalam kasus ini para terduga pelaku adalah oknum polisi yang dilakukan secara struktural dan dengan menggunakan jabatan.
Apalagi, lanjutnya, kasus tersebut bukan Deli aduan, melainkan delik biasa sehingga perdamaian tidak serta-merta menghapus hukum. Dampak dari perdamaian itu tentu akan dilihat nanti saat persidangan.
"Perdamaian itu baik, tapi kalau untuk menghentikan proses hukum tentu tidak baik. Karena secara hukum tidak dibenarkan perdamaian untuk menghapus proses hukum," ujarnya.
Menurut Maswan, tidak elok jika proses hukum terhadap kasus yang patut diduga dilakukan oleh oknum polisi dan secara struktural tersebut dapat berhenti dengan perdamaian.
Baca Juga:Habis Babak Belur Disiksa Polisi, Sarpan: Saya Tak Akan Menuntut
Pihaknya khawatir ke depan tidak tertutup kemungkinan kasus tersebut dapat terulang kembali.