SuaraSumut.id - Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang membuat analogi suara Azan dengan gonggongan anjing membuat gerah semua pihak, terutama dari kalangan umat Islam hingga partai politik (parpol) berbasis Islam.
Pernyataan tersebut disampaikan Gus Yaqut saat mengunjungi Pekanbaru pada Rabu (23/2/2022). Saat itu, ia menjelaskan Surat Edaran (SE) Nomor 5 tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Dalam keterangan yang disampaikan, ia mengemukakan pengaturan pengeras suara mesti dilakukan untuk mengurangi masabat, lantaran di daerah yang mayoritas muslim hampir setiap 100-200 meter terdapat masjid.
"Kita bayangkan, Saya muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" ucapnya.
Baca Juga:Bandingkan Azan dengan Gonggongan Anjing, Waketum PKB ke Menag: Jangan Picu Kontroversi
Pun ia menganologikan pengeras suara di masjid dan musala dengan suara anjing yang menggonggong dalam waktu bersamaan.
"Contohnya lagi, misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan kita terganggu ngga? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," sebutnya.
Pernyataan tersebut yang kemudian memicu kontroversi. Pun sejumlah tokoh dari kalangan partai politik berbasis agama turut menanggapi pernyataan politisi PKB tersebut.
Bikin Gaduh
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani, misalnya, menyebut pernyataan Gus Yaqut tersebut hanya menimbulkan kegaduhan saja.
Baca Juga:Kelakuan Menteri Agama Bikin Istigfar, PKB Minta Yaqut Cholil Qoumas Tobat Akui Kesalahan
"PPP menilai pernyataan Menag yang mensejajarkan kumandang azan dengan gonggongan anjing sebagai pernyataan tidak bijak dan hanya memancing kegaduhan," katanya.
Namun, Arsul merasa yakin, jika Gus Yaqut tidak bermaksud mendegradasi kumandang azan sebagai tanda waktu masuk dan panggilan salat bagi umat Islam dengan perumpamaan gonggongan anjing tersebut.
"Namun karena kita memahami ada sensitivitas di kalangan umat Islam tentang hal-hal yang terkait dengan agama, maka pilihan diksi dan contoh-contoh kejadian dalam komunikasi publik para pejabat negara mesti hati-hati," tuturnya.
Meski begitu, ia menyoroti pemilihan analogi yang tidak tepat oleh Gus Yaqut sehingga berpotensi meningkatkan reaksi naiknya tensi politik identitas.
"Ketidakpedulian terhadap diksi yang tepat dan bijak dari siapapun yang termasuk publik figur seperti pejabat tinggi negara akan menghasilkan reaksi naiknya tensi politik identitas yang semestinya menjadi tugas kita semua untuk meminimalisasinya bukan memperbesar ruangnya," imbuh dia.
Selain dari PPP, Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kholid menilai, sebagai seorang pejabat publik seharusnya Menag Yaqut menjaga etikanya.