SuaraSumut.id - Ekonom senior Rizal Ramli mengkritik pemerintah soal harga minyak goreng yang mengalami kenaikan setelah subdisi minyak goreng dicabut dan menyerahkannya ke mekanisme pasar.
"Buat saya gak masuk akal kasus minyak goreng ini udah masuk bulan keempat, banyak alasan menterinya itu. Terakhir dia cari jalan gampangnya, dilepaskan aja kepada harga pasar. Otomatis harga minyak goreng naik dua setengah kalinya," katanya di Medan, Senin (21/3/2022).
Rizal mengatakan, dengan melejitnya harga minyak goreng, berdampak menurunnya daya beli masyarakat.
"Tentu dengan harga yang dua setengah kali (mengalami kenaikan) rakyat gak mampu beli, itulah kemudian yang antri berkurang, barangnya jadi ada," ujar Rizal.
Baca Juga:Ratusan Pejabat DKI Jakarta Belum Lapor LHKPN, Ini Respons Wagub Riza
Ia mengatakan, pemerintah yang melepas harga minyak goreng yang notabene kebutuhan pokok masyarakat ke mekanisme pasar, merupakan sikap yang tidak bertanggung jawab.
"Pemerintahan melepasi kepada mekanisme pasar untuk kebutuhan pokok, itu pemerintah yang tidak bertanggung jawab," katanya.
Rizal menyarankan agar pemerintah mengatur kebutuhan bahan pokok agar masyarakat bisa membeli dengan harga terjangkau.
"Kalau untuk kebutuhan pokok pemerintah mesti atur supaya harganya terjangkau oleh rakyat biasa," ungkapnya.
"Tapi kalau bukan kebutuhan pokok misalnya harga mobil, harga barang elektronik mau naik berapa aja silahkan itu mah urusan pasar. Ini kan gak lucu masalah ini," sambungnya.
Baca Juga:Pengalaman Lucu Mengikuti Event di Suara.com & Yoursay.id
Rizal Ramli mengatakan, pada saat dirinya menjabat sebagai Menko Ekonomi pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, persoalan kenaikan harga minyak goreng pernah terjadi.
"Saya sendiri pernah mengalami tahun 2000 waktu saya Menko Ekonomi Gusdur, harga CPO di luar negeri naik 100 persen, pengusaha sawit greedy rakus berlebihan dia ambil jatah dalam negeri buat dijual di luar negeri sehingga harga minyak goreng di dalam negeri bisa naik lebih dari 100 persen kayak yang terjadi persis kayak gini," katanya.
Mengatasi permasalahan ini, Rizal memanggil anak buahnya untuk mengumpulkan seluruh pengusaha sawit di Indonesia.
"Saya masalahnya gampang, saya panggil anak buah saya waktu itu Menteri Perindustrian dan Perdagangan namanya Jenderal Luhut Panjaitan. Saya bilang bang ini daftar nama raja sawit swasta, ini daftar raja sawit BUMN panggil mereka sampaikan pesan saya," ungkap Rizal.
Ia juga mengingatkan pengusaha sawit agar jangan lupa kacang sama kulitnya.
"Kalian semua nanam sawit ini di tanah negara lho, tanah negara itu milik rakyat yang kelola negara, jangan kebalik ini," ucapnya.