SuaraSumut.id - Presiden Jokowi menilai perang antara Rusia dan Ukraina belum akan selesai. Sehingga para pejabat negara hingga ekonom perlu membuat strategi untuk menghadapi krisis.
Demikian dikatakan Jokowi dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2022, melansir Antara, Rabu (7/9/2022).
"Dari ketemu dengan dua presiden itu saya simpulkan keadaan ini akan berjalan masih lama lagi. Jangan berharap perang besok atau bulan depan selesai," kata Jokowi.
Diketahui, Jokowi bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin beberapa waktu lalu.
Baca Juga:329 Saham Melemah, IHSG Rabu Sore Ditutup Melorot ke Level 7.186
"Sangat tidak mudah, kita mendorong agar terjadi dialog saja, menyiapkan ruang dialog saja sangat-sangat sulit," ungkapnya.
Oleh karena itu, Jokowi membelokkan pembicaraan dengan kedua kepala negara itu ke topik krisis pangan.
"Ya sudahlah ngomong (perdamaian) tidak ketemu, saya ngomong krisis pangan saja, akhirnya ketemu," ujar Jokowi.
Dirinya menyampaikan pesan Presiden Zelensky kepada Presiden Putin bahwa Ukraina punya stok gandum sebanyak 22 juta ton dan masih ada panen baru sebanyak 55 juta ton tapi tidak bisa keluar karena masalah jaminan keamanan Rusia.
"Dan itu yang saya sampaikan ke Presiden Putin lalu Presiden Putin sampaikan 'Saya jamin tidak ada masalah'. Saya tanya apakah saya bisa sampaikan ke media dan dijawab 'silakan' dan 2-3 hari ada kapal yang keluar dari Odessa ke Istanmbul," katanya.
Baca Juga:6 Destinasi Wisata Alam Taiwan Wajib Dikunjungi, Catat Daftarnya Yuk!
Jokowi kembali menekankan bahwa perang masih akan lama terjadi. Dampak kenaikan harga pangan diperkirakan akan melanda seluruh negara.
"Energi iya, gas sampai 5 kali dan minyak sampai 2 kali, terus berimbas ke mana lagi? ke keuangan? iya juga sejauh mana mempengaruhi growth? inflasi? ngara mana yang kena? ini harus hati-hati betul," ungkap Jokowi.
"Tidak bisa kita hanya bicara makronya saja, mikronya juga, dan lebih penting lagi detail satu per satu harus dikupas," sambungnya.
Jokowi mengajak agar para ekonom mengubah pola pikir karena kondisi ekonomi dunia dan geopolitik dunia sudah berubah.