SuaraSumut.id - Pemerintah memutuskan melarang aktivitas perdagangan secara online lewat platform media sosial alias social commerce. Pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Dalam Permendag yang baru, social commerce seperti TikTok Shop dilarang melakukan transaksi jual beli. Social Commerce hanya boleh melakukan promosi barang atau jasa. Lantas bagaimana tanggapan seller dan warga Medan yang kerap melakukan transaksi jual beli online dengan adanya keputusan pemerintah ini?
Salah seorang seller TikTok Shop di Medan, Zul Iqbal (35) mengatakan mengatakan kebijakan pemerintah ini bukan solusi.
"Mempersempit (pelaku usaha)," katanya saat diwawancarai khusus oleh SuaraSumut.id, Selasa (26/9/2023).
Baca Juga:Kejutkan Penggemar, Aktris Han So Hee Percaya Diri Pamer Piercing di Wajah
Iqbal menduga alasan pemerintah itu bukan hanya karena sepinya penjualan pedagang konvensional, melainkan juga persoalan pajak penjual di TikTok Shop.
"Karena tak terdata pajak penjual di TikTok. Makanya ramai (penjual) hijrah ke TikTok," ucap Iqbal.
Menurut iqbal, omzet penjual di TikTok Shop juga tinggi. Konsumen bukan hanya dari Indonesia, namun juga dari seluruh dunia.
"Transaksi lebih triliunan rupiah setiap hari. Seperti saya sehari aja kalau lagi ramai bisa ratusan juta rupiah. Bayangkan aja itu, wajar kalau pemerintah mencak-mencak," ungkapnya.
Oleh karena itu, Iqbal menyampaikan jika kebijakan pemerintah yang nantinya akan mempersempit pelaku usaha sama sekali tidak bijak.
Baca Juga:5 Fakta Mami Icha: Mucikari Jual ABG, Pasang Tarif Rp 8 Juta untuk Anak Perawan
"Cuma sayang, solusinya gak dewasa. Seharusnya edukasi cari solusinya. Jadi apa gunanya kemarin hikmah kejadian Covid-19, peralihan dunia yang dulunya pakai manual. Sekarang rata-rata online," cetusnya.
Sementara itu, Rian Kesuma (21) salah seorang warga Jalan Letda Sujono Medan Tembung, mengaku sering berbelanja pakaian melalui TikTok Shop karena harganya jauh lebih terjangkau.
"Beberapa kali belanja di TikTok seperti pakaian sama jaket. Harganya jauh lebih murah," jelasnya.
Menurut Rian, selain harganya jauh lebih murah, model dan kualitas pakaian yang dibeli lewat TikTok Shop juga bagus dan trendy.
Dengan dilarangnya TikTok Shop melakukan transaksi jual beli maka sudah tidak ada pilihan belanja dengan harga yang lebih murah.
"Kalau ditutup ya tidak masalah, tapi sudah tidak ada pilihan belanja yang lebih murah," ujarnya.
Sementara Dani Nasution (28) warga Jalan Kapten Muslim Medan, menyayangkan kebijakan pemerintah itu. Pasalnya, langkah yang diambil pemerintah bukan solusi.
"Bukan solusi, malah menyulitkan para konsumen yang biasa membeli di TikTok Shop dan juga pedagang kecil yang berjualan lewat media sosial," ungkapnya.
Dani beranggapan pemerintah semestinya membantu pedagang konvensional dengan memberikan edukasi dalam berinovasi dalam era digital.
"Apalagi sekarang zamanya digital, mestinya ada edukasi untuk pelaku usaha, UMKM untuk berinovasi di dunia digital dan mengikuti perkembangan zaman. Bukan malah menutup," jelasnya.
Perbaiki Daya Saing
Pengamat ekonomi Sumut Gunawan Benjamin menuturkan pada dasarnya dengan kehadiran TikTok Shop, maka konsumen diuntungkan mengingat barang barang yang dijual memiliki daya saing.
"Karena harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari yang konvensional. Namun yang menjadi persoalan selanjutnya adalah produsen, pelaku UMKM, serta rantai pasok yang biasa menjadi rantai keseluruhan dalam distribusi barang kehilangan pasarnya," katanya.
Gunawan menjelaskan jika pemerintah saat ini tengah menggodok aturan yang bisa menjadi penengah, maka diharapkan aturan yang dikeluarkan nantinya bisa meng-cover kedua belah pihak.
"Kalau aturan yang diberlakukan nantinya adalah lebih mengatur operatornya, dalam hal ini lebih bersikap membatasi ruang gerak TikToknya, maka payung hukumnya harus jelas," ucapnya.
Karena regulasi seperti ini, ujar Gunawan merupakan bentuk proteksi yang dilakukan pemerintah untuk kepentingan pemerintah. Dalam hal ini menjaga agar keberlangsungan usaha di tanah air tetap berjalan sebagaimana mestinya.
"Kepentingan pelaku usaha mulai dari usaha rumahan, UMKM atau industri besar memang perlu dilindungi dalam konteks persaingan seperti ini," imbuhnya.
Menurut hemat Gunawan, yang perlu didorong itu adalah daya saingnya. Sehingga sebisa mungkin kita tidak harus melulu dibenturkan dengan melahirkan beragam regulasi.
"Di saat terjadi serangan barang barang impor yang masuk lewat social commerce maupun media sosial lainya. Saya menilai sejauh ini yang membuat kehadiran Tik Tok menghadirkan masalah karena serbuan barang barang murah dari luar negeri yang membunuh industri di tanah air," ungkapnya.
"Namun, satu hal yang perlu dicamkan baik baik adalah bahwa kita memang perlu memperbaiki daya saing kita. Mengingat perkembangan teknologi belakangan ini lebih cepat berkembang dibandingkan dengan regulasi yang dilahirkan," katanya.
Kontributor : M. Aribowo