SuaraSumut.id - Seorang guru honorer yang mengungkap dugaan korupsi seleksi Pegawai Pemerintahan dengan Penjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut), diduga mendapat intimidasi dan kriminalisasi.
MR pun mengadukan kasus ini ke Komisi Nasional Perempuan dan Komnas Hak Asasi Manusia pada Senin (21/10/2024). Tidak hanya MR, dugaan intimidasi itu juga menerpa guru honorer yang lain.
"Atas adanya upaya kriminalisasi tersebut, MR membuat pengaduan/laporan secara langsung ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Hal ini dilakukan MR untuk mendapat keadilan dan ke depannya tidak ada lagi guru-guru yang berjuang diintimidasi dan dikriminalisasi," kata Direktur LBH Medan Irvan Saputra, Selasa (22/10/2024).
Irvan mengatakan bahwa MR dilaporkan oleh kuasa hukum Kadis Pendidikan Langkat inisial SL yang menjadi tersangka dalam kasus PPPK Langkat.
"MR dilaporkan atas dugaan tindak pidana pemalsuan," ujar Irvan.
Hingga kini para guru terus berjuang mengawal kasus kecurangan dan korupsi pada seleksi PPPK Langkat Tahun 2023. Kasus ini tengah dalam upaya hukum banding oleh Pemkab Langkat atas dikabulkannya gugatan 103 guru honorer di PTUN Medan.
"Sampai saat ini ada lima tersangka korupsi yang belum ditahan polisi," ucapnya.
Kasus ini terungkap setelah adanya Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) yang dibuat-buat oleh Pemkab. Padahal, dalam pelaksanaan seleksi PPPK Pemkab tidak pernah menetapkan jadwal SKTT. Namun tiba tiba sudah ada pengumuman hasil SKTT.
Salah satu guru yang berjuang DN mendapatkan nilai CAT tertinggi dalam formasi guru se-Kabupaten Langkat, yaitu dengan skor 601. Namun, ia dinyatakan tidak lulus dikarenakan adanya pencantuman nilai SKTT yang tidak pernah diikutinya.
Dari temuan ini, para guru melakukan penelusuran. Setelah dilaporkan ke polisi, MR kemudian dilaporkan.