Pembunuh Terapis di Deli Serdang Ditangkap, Pelaku Kesal Ditagih Uang Threesome

Gidion mengatakan kedua pelaku mendatangi korban dan mengajaknya untuk berhubungan layaknya suami istri.

Suhardiman
Senin, 02 Juni 2025 | 22:59 WIB
Pembunuh Terapis di Deli Serdang Ditangkap, Pelaku Kesal Ditagih Uang Threesome
Polisi menginterogasi pelaku pembunuhan terapis. [Dok Istimewa]

SuaraSumut.id - Polisi menangkap pelaku pembunuhan terhadap terapis bernama Rusti di Jalan H Anif, Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).

pelaku yang ditangkap merupakan pelanggan terapis berinisial AF (18) dan BR (18). Dari pemeriksaan terungkap kalau kedua pelaku menghabisi korban karena kesal ditagih uang untuk berhubungan seks bertiga atau threesome.

"Kita mengarah pada dua pelaku, usianya 18 tahun lebih sedikit keduanya," kata Kapolrestabes Medan Kombes Gidion Arif Setyawan saat menggelar konferensi pers, Senin 2 Juni 2025.

Gidion mengatakan kedua pelaku mendatangi korban dan mengajaknya untuk berhubungan layaknya suami istri.

"Motifnya sesuatu yg tak layak dilakukan remaja seperti mereka, mendatangi rumah korban, kemudian melakukan sesuatu yang kontennya dewasa," ucap Gidion.

Namun, sebelum berhubungan badan, korban meminta uang kepada kedua pelaku sebesar Rp 200 ribu.

Pelaku yang hanya mempunyai uang Rp 100 ribu, mengaku tak ada uang bila membayar Rp 200 ribu.

"Karena ditagih Rp 100 ribu tak punya uang, maka kemudian melakukan pembunuhan dan menghabisi nyawanya Rusti," ucapnya.

Sementara pelaku mengaku tega menghabisi nyawa korban karena tak terima ditagih uang sebesar Rp 100 ribu dan ditambah pengaruh minuman alkohol yakni tuak.

"Karena gak ada duit, memang gak ada duit, karena saya mabuk juga, di situ cuma kusuk sama gitu," kata NR.

Sebelumnya, seorang terapis pijat ditemukan tewas di lokasi usahanya di Jalan H Anif Desa Sampali, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).

Korban diketahui bernama Rsuti Yana (38) ditemukan terkapar dalam kamar dengan kondisi tak memakai busana dan tertutup seprai.

Penemuan korban tewas tak wajar ini pertama kali diketahui oleh warga sekitar pada Sabtu 26 April 2025 malam.

Saat itu salah seorang warga yang juga bekerja sebagai terapis masuk ke lokasi usaha korban hendak mengembalikan kursi plastik yang dipinjamnya.

Saat berada di tempat usaha Yana, warga melihat perempuan itu terkapar tak bergerak dalam kondisi tanpa busana.

Merasa curiga, saksi tersebut memanggil beberapa terapis yang bekerja di seputaran Jalan Haji Anif itu.

"Yang pertama melihat si Winda. Dia mau pulangkan kursi. Karena dilihatnya nggak bergerak, dipanggilnya kawan-kawan sesama terapis di sini," kata Maya salah seorang warga sekitar kepada SuaraSumut.id, Selasa 29 April 2025.

Sejumlah terapis lalu menuju ke lokasi dan menemukan korban dengan kondisi tak bergerak.
Salah satu dari mereka membalikkan tubuh Yana dan mendapati luka di bagian mulut dan hidung.

"Ketika di balik badannya, kelihatan ada seperti bekas ditumbuk di mulut sama hidung. Terus rambutnya juga banyak yang rontok seperti habis dijambak. Sebagian kepalanya botak bisa dibilang," ungkap Maya.

Sontak saja, penemuan terapis terkapar dalam kondisi tak bernyawa bikin warga sekitar yang kemudian mengerumuni lokasi kejadian.

Pihak kepolisian yang mendapat informasi itu kemudian turun ke lokasi untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Polisi juga telah memasang garis polisi di lokasi kejadian persis di depan lokasi usaha terapis yang mengindikasikan telah telah terjadi dugaan tindak pidana.

Terapis wanita memang sering menjadi sasaran kekerasan, terutama karena sifat pekerjaan mereka yang melibatkan interaksi dekat dengan klien, sering kali dalam situasi emosional atau rentan.

Terapis sering bekerja dalam sesi privat, yang dapat meningkatkan risiko jika klien memiliki perilaku agresif atau tidak terkendali.

Terapis wanita kadang dianggap "lebih lemah" atau "mudah diserang" karena stereotip gender, yang dapat memicu perilaku kekerasan dari klien tertentu.

Selain itu, banyak terapis tidak mendapatkan pelatihan memadai untuk menangani situasi berbahaya, seperti de-eskalasi konflik atau perlindungan diri.

Kekerasan di tempat kerja, termasuk terhadap profesi seperti terapis, sering terjadi di ranah publik seperti fasilitas umum, tetapi juga di lingkungan privat seperti ruang kerja pijat.

SIMFONI PPA (2023) mencatat 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan penurunan 12 persen dari 2022.

Namun angka ini tetap tinggi dan menunjukkan bahwa perempuan di berbagai profesi, termasuk terapis, masih rentan.

Langkah Pencegahan dan Penanganan

- Pelatihan Keselamatan: Terapis wanita perlu dilatih dalam manajemen risiko, seperti mengenali tanda-tanda perilaku agresif klien dan teknik de-eskalasi.

- Sistem Pelaporan: Layanan seperti SAPA 129 (WhatsApp: 08111-129-129) memungkinkan pelaporan kekerasan secara cepat dan aman.

- Dukungan Institusi: Tempat kerja harus menyediakan protokol keamanan, seperti pengawasan, panic button, atau pendampingan untuk sesi berisiko tinggi.

- Advokasi Kebijakan: Komnas Perempuan dan organisasi lain terus mendorong implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk melindungi perempuan di tempat kerja.

Terapis wanita memang menghadapi risiko kekerasan yang signifikan karena sifat pekerjaan mereka dan faktor sosial seperti ketimpangan gender.

Meskipun data spesifik tentang terapis masih terbatas, tren kekerasan terhadap perempuan di Indonesia menunjukkan bahwa profesi ini tidak kebal dari ancaman.

Kontributor : M. Aribowo

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini