SuaraSumut.id - Kejari Pematangsiantar menghentikan kasus empat tenaga kesehatan (nakes) pria yang memandikan jenazah pasien Covid-19 wanita. Pihak keluarga akan mengajukan praperadilan atas penghentian kasus tersebut.
Melalui kuasa hukumnya, Muslimin Akbar, keluarga korban mempertanyakan alasan pihak Kejaksaan menghentikan kasus tersebut dengan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2).
"Dengan demikian, maka kami atas nama keluarga akan mengajukan praperadilan Kejaksaan Negeri Pematangsiantar atas tindakan hukumnya," kata Muslimin, melalui sambungan telepon, Jumat (26/2/2021).
Ia mengaku, perkara itu dihentikan setelah dinyatakan berkasnya lengkap dari kepolisian atau P-20. Bahkan berkas perkara empat perawat yang memandikan jenazah istri Fauzi Munthe yang tidak sesuai syariat Islam itu telah dua kali diperbaiki penyidik.
Bahkan, kata Muslimin, berkas perkara itu telah dikoreksi dan diteliti oleh jaksa. Pihaknya mempertanyakan dasar hukum diberhentikannya perkara tersebut.
"Kalau lah ada yang masih belum cukup (lengkap), secara logika hukumnya adalah mengembalikan (ke penyidik) bukan menghentikan (perkara)," ujarnya.
Jika kejaksaan menilai tidak cukup unsur dalam pasal yang disangkakan, tentu pembuktiannya di pengadilan, bukan dengan menghentikan penuntutan.
"Kalau ada yang kurang jelas, dia (kejaksaan) kan bisa mengembalikan itu ke kepolisian lagi, yang mana yang dianggap kurang itu," ucapnya.
Ia mengaku heran dengan alasan kejaksaan yang menyatakan adanya kekeliruan dalam penelitian perkara oleh jaksa peneliti.
Baca Juga: Terlilit Utang Bank, Mantan TKI Ini Pilih Jual Sabu Eceran
Muslim mengatakan, jaksa yang melakukan penelitian terhadap perkara tersebut merupakan jaksa senior, yang sangat paham dalam menangani perkara.
"Dia sudah cukup senior dan tidak kita ragukan. Sehingga jika alasannya ada yang masih kurang, tentunya diperbaiki dan dikembalikan bukan dihentikan," jelasnya.
Pihak keluarga berharap mendapatkan keadilan melalui proses hukum yang adil. Pihaknya meminta agar apa yang dialami jenazah dan keluarga tidak dirasakan oleh keluarga lainnya.
"Tujuan kita untuk menegakkan keadilan. Dan Fauzi Munthe sebagai suami korban, berharap tidak ada keluarga lain yang mengalami hal serupa. Tegakkan lah penghormatan terhadap jenazah," jelasnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati Sumut Sumanggar Siagian menyatakan, tetap menghormati langkah hukum yang akan ditempuh pihak keluarga korban.
"Kalau keluarga korban mau mengajukan praperadilan itu sah-sah saja, itu haknya sebagai warga negara yang diatur dalam undang-undang," kata Sumanggar.
Tag
Berita Terkait
-
Nakes Mandikan Jenazah Wanita Tersangka Penistaan Agama, Ini Bunyi Pasalnya
-
Warga Luar Kota Malang, Tarif Pemakaman Jenazah Covid-19 Dipatok Rp 2 Juta
-
4 Nakes Mandikan Jenazah Wanita Covid-19 Jadi Tahanan Kota
-
Sehari Bisa Makamkan 60 Jenazah Covid-19, Kunci Maman Cuma Bertawakal
-
Perawat Pria Mandikan Jenazah Wanita di Sumut Dijerat Pasal Penistaan Agama
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
Terkini
-
Pertamina Bersihkan Puskesmas Rantau di Aceh untuk Pulihkan Layanan Kesehatan Masyarakat
-
Lokasi SIM Keliling Medan Pekan Ini, Lengkap dengan Syarat dan Jam Operasionalnya
-
Kerugian Banjir di Aceh Timur Capai Rp 5,39 Triliun, Ribuan Rumah Rusak
-
1.955 Kantong Darah Didistribusikan ke Wilayah Bencana di Aceh
-
ARTKARO 2025, dari Kegelisahan Lokal Menuju Ekosistem Seni Rupa Nasional