SuaraSumut.id - Tak sedikit usaha yang gulung tikar selama masa pandemi Covid-19. Namun seakan tak takut dengan beratnya perekonomian saat ini, warga Limapuluh, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara ini justru memulai usaha di masa pandemi.
UD. Sinar baru justru memulai produksi minuman herbal dengan merek Joeli di awal 2020 ini.
Sejak berdiri awal tahun 2021, "Joeli" sudah memroduksi dua produk unggulan, kunyit asam dan bandrek jahe.
Pemilik "Joeli" Bari mengatakan, membangun UKM di tengah Covid-19 merupakan salah satu tantangan yang harus dijalani.
Baca Juga:Jadi Badut Teletubbies, Jalan Keluar Lucas Bertahan Hidup di Masa Pandemi
"Sebenarnya usaha ini sudah dijalani sejak tahun 2020, namun karena harus mengikuti pengujian dan perizinan dari instansi terkait sehingga harus beredar awal Januari 2021," kata Bari, Minggu (18/4/2021).
Ide usaha bandrek jahe dan kunyit asam, kata dia, tak lepas dari banyaknya bahan baku di desa-desa di Kabupaten Batubara.
"Untuk bahan baku sendiri kami tidak kesulitan, semua ada di sekeliling kita. Yang penting kita mau bekerja," kata Bari.
Walaupun masih pemula di UKM, lulusan Sarjana Ilmu Politik ini tak mau kalah dengan hal higienis. Kedua produknya bahkan sudah diuji di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (Baristand Industri Medan) serta mendapatkan izin Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Dinas Kesehatan (Dinkes) Batubara.
"Walaupun produk kita masih kecil, namun perizinan ini sangat penting dalam bidang usaha. Dengan adanya izin ini, produk Joeli semakin matang menembus pasar modern," katanya.
Baca Juga:Kasus Bansos Corona, Eks Mensos Juliari Dan 2 Anak Buahnya Segera Disidang
Di Batubara sendiri, Banderk Jahe dan Kunyit Asam "Joeli" kemasan botol 200 ml sudah menembus pasar-pasar tradisionil maupun warung-warung melalui sales-sales dengan sepeda motor roda dua.
"Untuk 200 ml harga jual pasaran Rp 25 ribu untuk takaran 9 hingga 10 gelas," katanya.
Optimisme ini ternyata sudah diakui beberapa kafe resto di luar Kabupaten Batubara, seperti Jakarta, Batam, Tebing Tinggi dan Kota Medan.
"Mereka-mereka yang pesan sebelumnya sudah menjual produk yang sama dengan merek yang berbeda. Mereka akui produk Batubara pedas jahenya dan begitu terasa, termasuk juga kunyitnya," katanya.
Untuk tahap awal, UD. Sinar Baru setiap harinya baru mampu memenuhi 20 kilogram atau 100 botol. Minimnya produksi tak lepas dari proses pengerjaan yang masih dilakukan manual.
"Keterbatasan modal, jika semua dikerjakan secara modern produksi bisa dikebut sesuai permintaan pasar," ujarnya.
Kelak, sambung Bari, UD.Sinar Baru akan memenuhi permintaan pasar untuk kemasan saset (kemasan kecil), namun tentunya hal ini kembali ke soal pendanaan karena untuk kebutuhan mesin saset yang harganya mencapai puluhan juta rupiah.
"Untuk mesin saset butuh modal besar. Namun itu harus kita capai, karena pasarnya jelas," kata Bari, yang dalam waktu dekat akan meluncurkan produk berbahan temu lawak.
Selain memasarkan produk, UD.Sinar Baru juga mengedukasi warga desa untuk gemar menanam jahe, kunyit dan temu lawak.
"Kita siapkan bibitnya, warga hanya memanfaatkan lahan perkarangan rumah dan hasilnya nanti kita beli kembali," katanya.
Dengan begitu maka pihaknya secara tak langsung mengajak warga meningkatkan ketahanan pangan dengan memanfaatkan pekarangan rumah dengan bercocok tanam bahan baku. [Antara]