SuaraSumut.id - Pihak kepolisian diminta untuk menjerat pelaku sodomi terhadap anak dibawah umur di Lhokseumawe dengan UU Perlindungan Anak, bukan dengan Qanun (peraturan daerah) tentang Hukum Jinayat.
Hal tersebut dikatakan Komisioner Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Aceh (KPPAA) Firdaus Nyak Idin, dilansir dari Antara, Selasa (1/6/2021).
"KPPAA mendorong semoga polisi menangani pelaku dan korban dengan UU Perlindungan Anak, bukan dengan Qanun Jinayat," katanya.
Sebelumnya, Polisi menangkap seorang pemuda karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di dalam toilet Masjid Islamic Center Kota Lhokseumawe. Pelaku berinisial AM (21) diamankan ke Polres Lhokseumawe guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Baca Juga:4 Sesi Pemotretan Ussy dan Andhika Pratama Untuk Bisnis Parfum, Tuai Sorotan
Jika pelaku pelecehan tersebut dijerat dengan dengan qanun jinayat, maka korban yang sudah beberapa kali disodomi akan berpotensi menjadi pelaku dikemudian hari apabila terdapat unsur kerelaan, karena proses rehabilitasinya tidak tuntas.
Sementara dengan UU Perlindungan Anak, kata Firdaus, anak yang menjadi korban tetap dianggap korban, sehingga harus mendapatkan penanganan maupun rehabilitasi secara tuntas.
"Karena tanpa rehabilitasi tuntas, anak korban sodomi sepanjang umurnya cenderung menjadi pelaku. Apalagi setelah diketahui ternyata pelaku pun dulunya adalah korban," ujarnya.
KPPAA juga meminta pemerintah daerah di Aceh harus benar-benar tanggap menangani serta memberikan rehabilitasi terhadap korban pelecehan seksual tersebut secepat mungkin.
"Kita juga minta polisi menelusuri kemungkinan adanya korban lain, termasuk menelusuri korban yang ada, atau kemungkinan telah menjadi pelaku dengan korban yang lain pula," tukasnya.
Baca Juga:Pekerjaan 5 Artis Hollywood Sebelum Terkenal, Tukang Beberes Lemari hingga Perias Mayat