SuaraSumut.id - Pandemi Covid-19 ternyata membuat para eksportir mengeluarkan dana ekstra sebelum mengirim komiditasnya. Pasalnya, barang yang dikirim juga harus benar-benar steril.
Riki Santri Kurniawan (24) eksportir tulang sotong asal Sumatera Utara mengatakan, dalam setiap pengiriman dirinya wajib mengirim kan sampel ke Lab Balai Perikanan yang ada di Bogor.
"Saat ini sebelum pengiriman, produk, packagingnya dan anggota kita di swab. Labnya di Bogor, jadi krim sampel dulu dua atau tiga hari nanti keluar hasil labnya aman baru bisa kirim," ujar Riki, Minggu (13/6/2021).
Hal itu untuk menjaga kualitas tulang sotong yang dikirimkan tetap terjaga. Karena sebelumnya, barangnya sempat terhambat karema ada barang kiriman dari eksportir lain yang diketahui membawa virus Covid-19.
Baca Juga:Kasus Suap Banprov Indramayu, Penahanan Ade Barkah dan Siti Aisyah Ditambah 30 Hari
"Jadi sampai pelabuhan tujuan, barang-barang kita di cek satu persatu. Nah kemren sempat terhambat masuk barang kita. Dua bulan baru keluar dari pelabuhan. Karena ada barang dari eksportir lain yang terdapat virus Covid-19 di kemasannya," kata warga Dusun Belimbing, Desa Melati II, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara itu.
Riki mengungkapkan, pada masa pandemi Covid-19 bahwa dirinya lebih sering mengirimkan tulang sotong dari pada lipan. Ia juga mengungkapkan, tidak ada kendala yang mempersulit dalam pengiriman di masa pandemi.
"Cuma space kapal aja dan masih sedikitnya jumlah kapal yang masuk ke Indonesia. Kita harus menunggu itu aja, kalau dari pemerintah semua mendukung. Apalagi pihak Karantina Perikanan dan Karantina Pertanian mereka sangat mendukung apa yang kita lakukan. Pada intinya pemerintah tidak mempersulit kita untuk ekspor," papar Riki.
Pekerjakan Warga Sekitar
Apa yang dilakukan Riki ternyata menjadi sumber rezeki bagi warga sekitar kediamannya. Ia melibatkan ibu-ibu disekitar rumahnya untuk menambah pemasukan warga sekitar. Ada belasan orang yang ikut membantu Riki.
Baca Juga:Duh! Bahasa China Jadi Syarat Wajib Masuk Perusahaan Ini, Mau Singkirkan Pekerja Lokal?
"Ada 15 orang ibu-ibu disini yang ikut bantuin. Biasanya mereka imut nyate lipan. Dalam sehari mereka bisa seribu sampai tiga ribu ekor," jelasnya.
Dalam sehari, ibu-ibu tersebut berpenghasilan sekitar Rp 100 - Rp 120 ribu. Pekerjaan itu hany dilakukam dari Pukul 08.00 sampai Pukul 11.00 WIB.
"Karena gak main lipan kasian juga mereka bang. Kalau Tulang Sotog inikan hak terlalu banyak orang ngerjakannya. Beberapalah yang kita pekerjakan," ungkapnya.
Pernah Alami Kerugian Besar
Riki mengaku selama pandemi Covid-19 pernah mengalami kerugian yang besar. Saat itu, ia mengirim rempah-rempah ke Tiongkok.
Sebanyak 19 ton barang yang dikirimnya ke Tiongkok rusak. Hal itu membuatnya merugi. Setelah itu, melalui pengiriman tulang sotong Riki mulai bangkit perlahan-lahan.
"Sempaat main rempah, kita kirim buah pala ke Tiongkok bulan Oktober lalu. Cuma gagal bang. Kita kirim hampir 19 ton, sampai disana busuk semua palanya," ungkap Riki.
Ia tak mengungkapkan berapa jumlah total kerugian yang dialaminya. Namun, pandemi Covid-19 yang terjadi juga mempengaruhi perekonomiannya.
"Kerugiannya banyaklah bang. Gak tau penyebabnya bisa busuk," tandasnya.
Saat ini, kata Riki, Sumatera Utara merupakan satu-satunya eksportir tulang sotong. Untuk Indonesia hanya ada tiga eksportir yang mengirim tulang sotong ke Tiongkok.
"Di Indonesia untuk saat ini yang main sotong Medan, Surabaya, Makassar. Tapi yang Makassar kirim melalui Surabaya," jelas Riki.
Bisa dikatakan, Medan dan Surabaya bersaing ketat untuk mengekspor tulang sotong ke Tiongkok. Begitu juga dengan jenis yang lainnya.
"Untuk lipan dan cicak juga seperti itu. Kalau di Sumut setahu saya cuma saya yang kirim tulang sotong, lipan dan cicak. Beberapa tahun lalu ada juga memang," pungkasnya.
Kontributor: Budi Warsito