SuaraSumut.id - Polri mengklaim bahwa AKBP Raden Brotoseno, mantan narapidana korupsi belum dipecat keanggotannya sebagai polisi.
Asisten Kapolri Bidang SDM Irjen Pol Wahyu Widada mengatakan, sidang etik terhadap Raden Brotoseno telah dilaksanakan. Dalam sidang etik diputuskan bahwa Raden Brotoseno tidak dipecat.
"Yang saya tahu, dia (Brotoseno) sudah disidang (etik) tapi tidak ada pemecatan. Yang saya tahu itu dia tidak dipecat," kata Wahyu, melansir Antara, Senin (30/5/2022).
Wahyu mengatakan, pemecatan seorang anggota Polri yang terlibat tindak pidana berdasarkan sidang kode etik. Ada penilaian untuk melakukan pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH).
Baca Juga:Persib Bandung Jajal Kekuatan Klub Singapura Tanjong Pagar di Batam
"Ya, itu (pecat) tergantung sidang kode etiknya, tergantung sidang yang ada di sana, kalau sidang kode etiknya mengatakan dipecat ya dipecat, kalau mengatakan tidak dipecat ya tidak dipecat. Tidak otomatis (bersalah) dipecat," kata Wahyu.
Wahyu menegaskan, anggota Polri tunduk akan undang-undang pidana, tunduk pada disiplin, tunduk pada sidang kode etik.
Berita mengenai AKBP Raden Brotoseno mencuat setelah ICW mendesak Polri menjelaskan kepada masyarakat perihal status eks narapidana korupsi itu di institusi Polri.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, pihaknya pada awal Januari 2022 melayangkan surat kepada As SDM Polri Irjen Pol Wahyu Widada perihal permintaan klarifikasi status anggota Polri atas nama Raden Brotoseno.
"Hal ini kami sampaikan karena diduga keras yang bersangkutan kembali bekerja di Polri dengan menduduki posisi sebagai Penyidik Madya Dittipidsiber Bareksrim Polri," kata Kurnia.
Baca Juga:Bak Film Laga, Dua Pria Baku Hantam di Atas Truk, Publik: Fast and Furious Versi Lokal
Berdasarkan data ICW, per tanggal 14 Januari 2017, Pengadilan Tipikor Jakarta melalui putusan Nomor 26 Tahun 2017 telah menghukum Brotoseno dengan pidana penjara selama 5 tahun dan dikenai denda sebesar Rp300 juta atas perkara korupsi.
"Sayangnya, hingga saat ini surat dari ICW tak kunjung direspons oleh Polri," ujar Kurnia.
Dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri mensyaratkan dua hal agar kemudian anggota Polri dikenakan sanksi PTDH, yakni terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dan menurut pejabat yang berwenang pelaku tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.
"Untuk syarat pertama sudah pasti telah dipenuhi karena putusan Brotoseno telah inkrah," katanya.
Kurnia berpendapat, permasalahan saat ini menyangkut syarat kedua. Jika benar pejabat berwenang Polri menganggap Brotoseno masih layak menyandang kembali status sebagai anggota Polri aktif, maka hal tersebut mesti dijelaskan kepada masyarakat.
Sebab hal ini terbilang janggal. Kejanggalan itu, Brotoseno telah meruntuhkan citra Polri di tengah masyarakat akibat praktik korupsi yang ia lakukan. Kedua, mantan Kapolri Tito Karnavian pada tanggal 19 November 2016 sempat menyebutkan akan mengeluarkan Brotoseno dari Polri jika ia divonis di atas 2 tahun penjara.
"Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Brotoseno telah divonis di atas 2 tahun penjara," jelasnya.