Keluarga Ungkap Banyak Kejanggalan, Kapolri Diminta Bentuk Tim Pengungkap Fakta Kematian Bripka AS

Menurut Fridolin, kejanggalan pertama terjadi saat jenazah akan dikebumikan pada 8 Februari 2023, dua hari setelah jenazah ditemukan dan dilakukan autopsi.

Suhardiman
Rabu, 22 Maret 2023 | 14:08 WIB
Keluarga Ungkap Banyak Kejanggalan, Kapolri Diminta Bentuk Tim Pengungkap Fakta Kematian Bripka AS
Kuasa Hukum keluarga almarhum Bripka AS, Fridolin Siahaan [Suara.com/ Budi Warsito]

SuaraSumut.id - Kematian oknum personel Polres Samosir, Bripka AS masih menyisakan banyak tanda tanya. Pasalnya, pihak keluarga menemukan sejumlah kejanggalan.

Kuasa hukum keluarga Bripka AS, Fridolin Siahaan meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus untuk mengungkap fakta kematian Bripka AS.

"Kami juga mendesak Pak Kapolri untuk mengusut tuntas semua pelaku yang terlibat dalam kasus penggelapan pajak di Samsat Pangururan. Apakah ada petinggi-petinggi yang terlibat," kata Fridolin Siahaan didampingi istri Bripka AS, Jeni Irene br Simorangkir pada Selasa (21/3/2023).

Menurut Fridolin, kejanggalan pertama terjadi saat jenazah akan dikebumikan pada 8 Februari 2023, dua hari setelah jenazah ditemukan dan dilakukan autopsi. Pemakamannya tidak dilakukan dengan upacara kedinasan kepolisian. Polres Samosir menolak melakukan upacara itu karena dinyatakan bunuh diri. Kemudian, dibuatlah surat pernyataan oleh Kabag SDM Polres Samosir Kompol STP.

Baca Juga:Fadil Jaidi Bongkar Sisi Lain Alshad Ahmad, Oh Ternyata

"Padahal saat itu belum keluar hasil autopsi. Bagaimana bisa mereka langsung menyatakan Bripka AS bunuh diri?," ujarnya.

Selain itu, yang mencurigakan adalah adanya luka memar di bagian kepala belakang. Saat konfrensi pers oleh Polres Samosir dokter forensik menyatakan itu akibat adanya benturan dengan beda tumpul.

Hal mencurigakan lainnya adalah soal darimana asal sianida yang disebut dikonsumsi almarhum. Hal itu tidak diungkapkan dan baru dibuka ke publik pada 20 Maret 2023.

"Disebutkan bahwa almarhum membeli secara online. Di mana pemesanan dilakukan pada 23 Januari 2023. Sedangkan pada tanggal tersebut ponsel almarhum disita oleh Kapolres Samosir," ungkapnya.

Hal itu diketahui dari pengakuan almarhum kepada istrinya. Setelah apel pagi almarhum dipanggil Kapolres dan dilakukan penyitaan terhadap ponselnya. Soal penyitaan ponsel ini, sempat di adukan istri korban ke Propam Polda Sumut pada 27 Februari 2023.

Baca Juga:Bahagia Dapat Kesempatan Menginjakan Kaki di Yerusalem, Maia Estianty Ungkap Hal Ini

Paket pesanan berisi sianida itu disebutkan sampai pada 30 Januari 2023 dengan sistem COD. Disebutkan kurir paket mengantarkan langsung kepada almarhum pada pukul 21.49 WIB malam.

"Yang jadi pertanyaan siapa yang memesan sianida tersebut. Karena tanggal 23 hape disita dan ditanggal yang sama itu disebutkan dilakukan pemesanan," cetusnya.

"Kenapa sebelumnya tidak disebutkan ada jejak digital soal pemesanan dan setelah kami buat laporan ke Polda Sumut terkait kematian korban lalu kemudian muncul, soal pemesanan sianida ini," sambugnnya.

Istri almarhum sebut ada Intimidasi dari Kapolres sebelum meninggal

Istri Bripka AS, Jeni Irene br Simorangkir mengatakan, sebelum meninggal sempat ada intimidasi terhadap almarhum. Menurut Jeni, suaminya tidak pernah menunjukkan gerak-gerik yang aneh sebelum ditemukan tewas. Bahkan, tidak ada pesan terakhir yang ditinggalkan kepada pihak keluarga.

Almarhum hanya bercerita kepadanya akan membongkar praktik penggelapan pajak di Samsat Pangururan. Namun, ada oknum yang mengintimidasi.

"Almarhum cerita ke saya, katanya ada oknum akan menyengsarakan anak dan istri," jelasnya.

Saat ditanya siapa oknum tersebut, ia menyebut bahwa intimidasi itu dilakukan pimpinan di Polres Samosir.

"Almarhum bilang, bapak Kapolres (Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman) yang bilang (intimidasi)," bebernya.

Hal itu diceritakan oleh suaminya pada 3 Februari 2023. Hari itu terakhir kali Jeni bertemu dengan Bripka AS.

Tak hanya diintimidasi akan disengsarakan anak istrinya serta penyitaan ponsel, almarhun juga sempat ditanyai siapa dekingnya oleh Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman terkait dugaan penggelapan pajak.

"Jadi tanggal 23 setelah selesai apel, dia datang ke rumah. Katanya bapak Kapolres menyita handphonenya. Saya gak tau percakapan seperti, tapi almarhum menyampaikan ke saya, katanya bapak kapolres bilang terkait masalah ini, dia bilang dekingmu siapa? Sama bintang satu, bintang dua gak takut. Kalau bintang tiga baru takut," kata Jeni.

Setelah intimidasi itu, pada percakapan terakhir pada 3 Februari 2023, almarhum mengatakan kepada istri bahwa ia dijadikan tersangka.

Informasi Bripka AS telah dijadikan tersangka diketahui dari pesan WhatsApp yang diperoleh almarhum. Dirinya pun heran karena sebelumnya telah membayarkan uang Rp 400 juta seperti yang diperintahkan oleh atasannya.

"Ditanggal tiga dia dapat WA dijadikan tersangka. Padahal dia sudah mengembalikan uang. Kenapa begitu saya tanya. Lalu dia bilang ternyata benar yang dibilang bapak Kapolres akan kubuat anak istrimu menderita," jelasnya.

"Soal membayar, sebelumnya almarhum disebutkan punya masalah. Saya juga kurang tau (masalahnya apa), tapi dia mengatakan pajak. Jadi kapolres menyuruh mencari uang Rp 400 juta untuk membayar. Jadi kami jual rumah. Setelah uangnya dapat dan diserahkan tapi dia masih dijadikan tersangka," imbuhnya.

Pada 3 Februari 2023 Bripka AS pun tak kunjung kembali. Sampai pada 6 Februari 2023 ditemukan dalam keadaan meninggal dunia dan disebut karena bunuh diri menenggak sianida.

Atas berbagai kejanggalan yang dirasakan, keluarga telah membuat laporan pengaduan ke Mapolda Sumut tertuang dalam surat tanda terima laporan polisi STTLP/B/340/III/2023/ SPKT/Polda Sumatera Utara.

Sementara itu, Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman mengatakan keluarga punya hak apabila tidak menerima bahwa Bripka AS meninggal karena bunuh diri.

"Kalau saya sendiri perkaranya sudah jelas, bahwa yang bersangkutan itu meninggal karena meminum sianida. Terkait penolakan, tidak terima itu kan hak semua orang. Cuma memang hasil fakta semua barang bukti, alat bukti, ahli juga mengatakan demikian," katanya.

Dirinya juga pernah mengatakan ke keluarga bahwa tidak menyita tapi mengamankan ponsel yang merupakan barang bukti.

"Itu adalah barang bukti dimana ada komunikasi dari AS sendiri dan pelaku lainnya. Ada kata-kata dan pembicaraan menipu wajib pajak gitu lho. Itu dari chat. Dan hal ini saya pertanyakan kepada saudara Arfan, karena dia tidak mengakui," bebernya.

"Saya minta klarifikasi dari dia tapi dia tidak bisa menjawab itu. Karena ponsel sebagai alat bukti vital tentunya kami amankan dan kami serahkan ke Si Propam dulu. Karena yang mendampingi saya saat itu adalah kasi propam," Imbuhnya.

Almarhum, kata AKBP Yogie, sempat berbohong dan mengatakan dirinya tidak bermain. Tetapi saat ditunjukkan bukti chat di ponselnya dan ia pun terdiam.

"Lalu saya bilang, kamu kalau ini tidak dibalikin saya pidanakan ya. Apakah itu suatu intimidasi? Ya saksinya ada kasi propam kan, intimidasi itu dalam bentuk apa. Saya katakan juga, tentu nanti saya gunakan upaya penegakan hukum dengan menerapkan pasal pencucian uang. Untuk mengembalikan aset dan kerugian korban yang dinikmati oleh keluarga atau siapapun yang menikmati uang itu. Kalau dia dipecat tentunya kan anak istri yang sengsara," jelasnya lagi.

"Terkait intimidasi itu kan persepsi orang lain seperti apa ya. Yang jelas saya menyampaikan kepada Arfan sebelum meninggal balikin itu yang bukan hak kamu. Korbannya sangat banyak, ada laporan saya akan tindak lanjuti. TPPU inikan jelas akan memiskinkan pelaku kejahatan. Kalau dia tidak kembalikan uang, tentunya proses pidana berjalan yang sengsrakan kan anak istrinya juga. Itu kan pasti berdampak," katanya.

Kontributor : Budi warsito

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini