SuaraSumut.id - Seorang siswi SMP di Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara, berinisial AF (14) menjadi korban pencabulan oleh seorang sopir truk.
Kasus ini terungkap setelah video persetubuhan disebar pelaku. Keluarga korban yang menerima video ini lalu melapor ke pihak berwajib.
"Pelaku berinisial IMP (19) berprofesi sebagai sopir truk," kata Kasat Reskrim Polres Taput Iptu Zuhatta Mahadi, Rabu (14/6/2023).
Orang tua korban pertama sekali mengetahui persetubuhan itu dari salah seorang keluarganya berinisial EH. Di mana EH menerima sebuah video melalui nomor WhatsApp adanya persetubuhan antara tersangka dengan korban.
Baca Juga:Denny Sumargo Terlihat Cuek ke Ci Olive, Namun Diam Diam Usaha Buat Dapetin Keturunan
"Saat menerima video tersebut, EH menelephone nomor pengirim namun tidak aktif lagi. Lalu EH melaporkan kejadian tersebut kepada ibu korban," ungkapnya.
Selanjutnya ibu korban membujuk sang anak untuk jujur menceritakan hubungannya dengan pelaku. Korban pun menceritakan bahwa dirinya telah di bujuk rayu oleh pelaku agar mau melakukan persetubuhan.
"Pelaku dan korban berkenalan melalui Facebook sekitar Mei 2023. Setelah itu mereka berkomunikasi melalui messanger lalu saling tukar nomor HP," ujarnya.
Pertengahan Mei 2023, pelaku menghubungi korban dan mengajak jalan-jalan saat malam hari dan mereka berdua sepakat.
Dengan membawa mobil truk yang dikemudikan pelaku, korban pun berangkat. Mereka sempat makan jajanan malam sambil pelaku merayu.
Baca Juga:Cara Mengubah Status Akun TikTok Menjadi Privat
"Malam itu juga pelaku mengajak korban untuk bersetubuh di dalam truk. Awalnya korban tidak berkenan namun karena terus dirayu dan akhirnya pasrah," jelasnya.
Dirinya mengatakan pelaku kembali menyetubuhi korban sebanyak dua kali di dalam truk selama bulan Juni 2023.
"Setelah menerima laporan korban, personel melakukan penyelidikan dan menangkap pelaku," imbuhnya.
Pelaku dikenakan Pasal 76, Pasal 82, Pasal 76 d yo pasal 81 ayat 1 dan 2 UU RI no 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI no 1 tahun 2016 tentang perubahan ke 2 atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
"Ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun," katanya.