PT Jui Shin Tuntut Keadilan Atas Lahan di Deli Serdang, Diduga Dicaplok Mafia Tanah

Namun hingga kini belum ada jalan keluar.

Suhardiman
Kamis, 23 November 2023 | 00:22 WIB
PT Jui Shin Tuntut Keadilan Atas Lahan di Deli Serdang, Diduga Dicaplok Mafia Tanah
Lahan milik PT Jui Shin Indonesia yang dicaplok. [Ist]

SuaraSumut.id - PT Jui Shin Indonesia diduga menjadi korban mafia tanah. Lahan yang berada di Desa Saentis, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, diduga dicaplok oleh pihak lain.

Pihak perusahaan pun menuntut keadilan atas pencaplokan lahan miliknya. Perjuangan cukup panjang, sudah memasuki hampir 10 tahun. Namun hingga kini belum ada jalan keluar.

Juliandi, kuasa PT Jui Shin Indonesia mengatakan, pada tahun 2007 hingga 2010 perusahaan melakukan pembebasan lahan yang tak jauh dari lokasi operasional saat ini. Serta masih berada di Desa Saentis.

Pembebasan lahan dilakukan dengan cara membeli atau mengganti rugi persil-persil yang dimiliki masyarakat. Dari pembebasan lahan itu perusahaan memiliki delapan sertifikat yang diterbitkan Kantor Pertanahan Deli Serdang pada 1998.

"Total lahan seluas 38,7 hektare yang dibeli dari masyarakat. Karena lahan belum digunakan perusahaan masih memperbolehkan masyarakat bercocok tanam di lahan itu," katanya, Rabu (22/11/2023).

Pada tahun 2013, kata Juliandi, perusahaan memohon peningkatan status ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut. Selanjutnya dilakukan peninjauan fisik.

"Kesimpulannya lahan kami ini tidak ada masalah," ungkapnya.

Masalah muncul pada April 2014. Sekelompok pemuda mengatasnamakan ormas datang ke lahan itu dengan membawa surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Nomor 621.82/0169 tanggal 21 Februari 2014.

Lokasi IMB berada di Jalan Rumah Potong Hewan, Kelurahan Mabar Hilir dan diterbitkan Pemkot Medan. Mereka mengaku sebagai perwakilan dari pemilk lahan.

"Mereka lalu merusak pagar yang sudah dibangun. Pagar milik Juin Shin dibuldozer, kemudian didirikan pagar milik perusahaan lain," ucapnya.

Pihak perusahaan melapor ke Polres Pelabuhan Belawan dengan nomor laporan polisi LP/264/IV/2014/SU/SPKT/ Pel.Blwn. Seiring berjalannya waktu polisi tidak menindaklanjuti kasus itu ke tahap penyidikan.

Pada tahun 2017, kata Juliandi, terbit 13 HGB tanah dengan total 17,5 hektare oleh BPN Medan. Namun HGB dipecah-pecah dengan maksimal luas dua hektare.

"Ini juga salah, tidak boleh memecah karena dalam hamparan tanah yang sama," cetus Juliandi.

Perusahaan mengadukan hal ini ke BPN Pusat hingga ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada 2021.

"Saya paparan di kementerian lalu dibentuk Tim Khusus Wakil Menteri. Ada tujuh hingga delapan kali saya paparan dengan membawa data. Baru pada 8 September 2022 Kementrian percaya sama kami, sehingga kami disuruh buat pengaduan resmi ke Kementerian," jelas Juliandi.

Kemudian dilakukan audit investigasi yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN. Dalam kesimpulannya menyatakan bahwa terdapat kelemahan dalam penerbitan sertifikat-sertifikat HGB. Hal itu karena ada tumpang-tindih dan sengketa hak atas tanah yang belum terselesaikan.

Selain itu ada indikasi pemecahan bidang tanah untuk menghindari aturan kewenangan penerbitan SK hak atas tanah. Selanjutnya rencana jalan dimasukkan kedalam HGB serta banyak kesalahan lain dari sisi administrasi dalam proses penerbitan sertifikat.

"Hal itu mengindikasikan adanya penyegeraan pekerjaan atau penerbitan secara paksa meski belum sesuai dengan ketentuan (maladministrasi).

Oleh karena itu, perusahaan meminta Kepala Kanwil BPN Sumut bersikap objektif dan transparan dalam menangani kasus ini.

"Kita juga berharap Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR/BPN dapat menyelesaikan pencaplokan lahan ini," jelasnya.

Untuk diketahui, lahan yang berada di Dusun XIX Desa Saentis, dahulunya merupakan areal eks HGU perkebunan tembakau dan coklat milik PNP IX. Hal itu sesuai dengan Peta Agraria Tahun 1980.

Berdasarkan PP Nomor 22 Tahun 1973, wilayah itu tidak termasuk dalam wilayah yang diserahkan Pemkab Deliserdang kepada Pemerintah Kotamadya Medan.

Hal ini diperkuat dengan SK Gubernur Sumatera Utara No 579/H/G.S.U tertanggal 3 Desember 1973 tentang Serah Terima Perluasan Wilayah Kota Medan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini