SuaraSumut.id - Sejumlah kalangan pemerhati lingkungan menyebut banjir besar yang melanda Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan diduga kuat karena rusaknya hutan akibat penebangan atau deforestasi. Namun hal itu dibantah oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar.
Menurut Siti, Kementerian LHK terus bekerja keras mengurangi areal tidak berhutan di kawasan DAS Barito Kalsel. Hal itu untuk rehabilitasi revegetasi atau penanaman pohon khususnya pada areal lahan kritis.
Ia menyebut rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) di Kalsel malah dilakukan sangat masif dalam lima tahun terakhir.
"Rehabilitasi DAS di Kalsel termasuk sangat masif dilakukan dalam lima tahun terakhir," ujar menteri Siti dalam akun Twitter resminya @SitiNurbayaLHK pada Rabu (20/1/2021).
Baca Juga:Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar Bantah Banjir Kalsel karena Hutan Gundul
Siti juga mengatakan bahwa berdasarkan hasil analisis, terdapat penurunan luas hutan alam DAS Barito di Kalsel sebesar 62,8 persen selama periode 1990-2019.
Sedangkan penurunan hutan terbesar terjadi pada periode 1990-2000 yakni sebesar 55,5 persen.
"Pada lima tahun terakhir cenderung melandai seiring dengan upaya masif dan konsisten yang dilakukan untuk rehabilitasi lahan," katanya.
Ia juga menyebut kalau pihaknya mengupayakan pemulihan lingkungan dengan memaksa kewajiban reklamasi atas izin-izin tambang.
Siti mengklaim pihaknya bersama pemerintah daerah (Pemda) menindak tegas terutama pada tambang yang tidak mengantongi izin.
Baca Juga:Menteri LHK Bantah Banjir Kalsel Disebut Gara-gara Gundulnya Hutan
Lebih lanjut, Siti menyebut kalau penyebab banjir Kalsel disebabkan anomali cuaca.
Pernyataan Siti itu juga sekaligus meluruskan adanya simpang siur informasi dengan banyak data yang tidak valid disebarkan beberapa pihak.
"KLHK selaku pemegang mandat walidata pemantauan sumberdaya hutan, menjelaskan, penyebab banjir Kalsel anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito wilayah Kalsel," kata Siti.
Politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem) ini menjelaskan, terjadinya peningkatan delapan hingga sembilan kali lipat curah hujan dari biasanya sejak 9 hingga 13 Januari 2021.
Curah hujan yang sangat tinggi tersebut menyebabkan air yang masuk ke sungai Barito mencapai 2,08 miliar meter kubik.
Selain itu, daerah-daerah yang mengalami banjir berada pada titik pertemuan dua anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander serta fisiografinya berupa tekuk lereng (break of slope). Itu menyebabkan terjadinya akumulasi air dengan volume yang besar.
Siti juga mengungkapkan faktor lainnya yakni perbedaan tinggi hulu dan hilir yang sangat besar. Sehingga suplai air dari hulu dengan energi dan volume yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran banjir.
"Ini sekaligus meluruskan pemberitaan beberapa informasi yang keliru dan menyebar massif di tengah situasi bencana. Terlebih lagi metode analisis kawasan hutan yang digunakan tidak sesuai standard dan tidak dengan kalibrasi menurut metode resmi yang dipakai," cuitnya.