SuaraSumut.id - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengajukan kasasi atas vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukumnya 9 tahun penjara.
KPK akan melawan permohonan kasasi yang diajukan Politikus Partai Gerindra itu ke MA. KPK mengaku meyakini Mahkamah Agung (MA) memutus perkara dengan seadil-adilnya.
Dengan pengajuan kasasi, maka saat ini status hukuman Edhy Prabowo belum memiliki kekuatan hukum tetap.
"Kami meyakini independensi dan profesionalitas majelis hakim di tingkat MA yang akan memutus perkara dengan seadil-adilnya dan mempertimbangkan seluruh aspek sesuai kaidah-kaidah hukum," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, melansir Antara, Senin (29/11/2021).
Baca Juga:Profil Bens Leo, Pengamat Musik yang Meninggal Dunia di Usia 69 Tahun
KPK masih meyakini korupsi sebagai "extra ordinary crime", sehingga memberikan dampak buruk yang nyata dirasakan masyarakat luas dan menghambat pemulihan ekonomi nasional.
"Sehingga butuh komitmen seluruh pemangku kepentingan untuk bersinergi dalam upaya bersama pemberantasan korupsi sesuai tugas dan fungsinya masing-masing," tambah Ali.
Edhy dijatuhi hukuman 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Ia juga untuk membayar uang pengganti Rp 9.687.457.219 dan 77 ribu dolar AS dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan dan bila tidak dibayar harta bendanya akan disita dan dilelang, dan bila harta benda tidak cukup maka harus dipidana selama 3 tahun penjara.
Putusan banding itu memperberat hukuman bagi Edhy Prabowo di tingkat pertama. Pada 15 Juli 2021, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subisider 6 bulan kurungan.
Putusan di tingkat banding juga lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Baca Juga:KPK Sebut Biaya Formula E Mahal, Kenneth DPRD DKI: Anies Jelaskan Lewat Interpelasi
Dalam pertimbangannya, majelis hakim di tingkat banding menyatakan memori banding yang diajukan penasihat hukum Edhy tidak ditemukan hal-hal baru yang dapat melemahkan atau membatalkan putusan pengadilan Tipikor dan hanya pengulangan dari apa yang disampaikan sebelumnya.
Dalam perkara ini Edhy terbukti menerima suap senilai 77 ribu dolar AS dan Rp 24.625.587.250 dari pengusaha terkait ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.