SuaraSumut.id - Guru Besar dalam ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti, Prof. Andi Hamzah menilai, ada yang janggal dalam keputusan menyatakan 64 anggota DPRD Sumut menjadi tersangka penerima suap.
Ia mengaku, kasus suap yang menyeret 64 tersangka hingga kini masih manjadi tanda tanya.
"Saya bilang janggal, karena penerima suap saja yang menjadi tersangka, pemberi masih berkeliaran di luar," kata Andi dalam seminar secara virtual diselenggarakan Lazzaro Law Firm, pada Kamis (10/6/2021).
Dirinya menyarankan agar KPK tegas dalam menindak kasus-kasus suap. Sebab, seringkali pasal-pasal yang diterapkan untuk menjerat pemberi dan penerima suap kurang tepat.
Baca Juga:Divonis 4 Tahun, Eks Bupati Malang Rendra Kresna Dijebloskan ke Lapas Porong
"Secara kasat mata KPK kelihatan ingin memberikan efek penjeraan secara maksimal kepada penerima suap. Tapi dalam praktiknya KPK cenderung kurang memperhatikan detail pasal, sehingga banyak kasus suap seperti lepas begitu saja," ujarnya.
Sementara itu, Advokat, Rinto Maha mengaku, beberapa kejanggalan dalam kasus suap yang paling mencolok dan tidak logis adanya barang bukti yang hanya di ceklis tanpa paraf saat menerima suap.
Ia mencontohkan, Saleh Bangun, Ajib Shah, Chaidir Ritonga CS yang dijadikan tersangka penerima suap sesuai catatan Ali Hanafiah.
Anehnya catatan itu bukan hanya di ceklis tanpa paraf, namun diantarkan Randiman dan Ali Hanafiah setelah penetapan tersangka ke kantor penyidik, itu menjadi bukti dan diterima," ujarnya.
Rinto mengaku, hal itu menjadi rekayasa yang paling tidak masuk akal. Namun bisa memasukkan 64 anggota DPRD Sumut menjadi tersangka.
Baca Juga:Trailer Anyar Terungkap, Kapan Game Elden Ring Dirilis?
"Yang punya uang, membagikan, mengumpulkan, menyuruh dan yang menjadi otak dari semua ini, semua tidak tersangka dan masih bebas berkeliaran," tukasnya.