Mengembalikan Kejayaan Kemenyan, Kekayaan Hutan Tapanuli Raya

Kemenyan tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Getah dari pohon hamijon ini kerap dikaitkan dengan hal mistis.

Riki Chandra
Kamis, 01 Desember 2022 | 12:00 WIB
Mengembalikan Kejayaan Kemenyan, Kekayaan Hutan Tapanuli Raya
Acara adat Parung Parung tradisi yang dilakukan masyarakat adat di Desa Simardangiang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Selasa (29/11/2022). [Suara.com/Budi Warsito]

Buku ini berisikan kekhawatiran bagi masyarakat adat, yang mana mereka tidak lagi bisa mengambil kemenyan mereka karena regulasi. Hal itu, dikarenakan kebun mereka berada di hutan lindung.

Yang mana 'Tombak Na Marpatik' ini merupakan hasil dari pendampingan panjang yang dilakukan GJI kepada masyarakat adat di Desa Simardangiang, Desa Pantis dan Dusun Hopong, Kabupaten Taput.

Pendampingan yang dilakukan, dimulai dari pemetaan permasalahan yang sering muncul di kampung. Melakukan riset soal ekonomi, dan terakhir mendorong eksistensi dan pengetahuan empiris masyarakat adat itu sendiri.

"Banyak sekali pengetahuan empiris serta kearifan lokal masyarakat adat, khususnya di Tapanuli dan Tapanuli Utara untuk melindungi hutan dan kawasan kelolanya. Mereka (masyarakat adat) juga punya hubungan relasi spiritual dengan hutannya," papar Dana.

Baca Juga:Wanita Ini Disergap Polisi Saat Transaksi Narkoba, 2 Teman Prianya Ikut Terciduk

Praktik yang dilakukan masyarakat adat, lanjut Dana, telah terbukti bisa melestarikan hutannya. Mereka juga mampu melindunginya dari kerusakan yang disebabkan masyarakat itu sendiri.

"Dulu ada Aek Nauli dan lainnya di situ, tapi mereka bisa mempertahankannya. Dan sampai sekarang kearifan lokalnya mampu melindungi sumber-sumber kehidupannya. Nah, ini yang penting untuk dimunculkan ke publik. Dan kita berharap pola relasi dan aturan adat ini bisa diadopsi pemerintah dalam hal investasi yang akan masuk ke depannya," terangnya.

Dengan begitu, kebijakan yang dikeluarkan ke depannya berbasis pengetahuan empiris yang telah turun temurun dan terbukti dapat menjaga hutan dan sumber daya alamnya dari kerakusan, pencurian dan kerusakan.

Lebih lanjut, Dana mengungkapkan, ancaman terhadap wilayah kelola masyarakat adat sekarang sangat besar. Mulai dari regulasi pemerintah yang mengatur kehutanan, sampai kepada investasi dan praktek ilegal di luar masyarakat adat itu sendiri.

"Mereka (masyarakat adat) mandiri mengurusnya, tapi ancamannya cukup besar. Oleh karena itu mereka butuh gerakan atau jaringan lebih besar lagi untuk membantu melakukan perlindungan terhadap yang selama ini sudah mereka lindungi," papar Dana.

Baca Juga:Duga Ada Aktivitas Ritual Terkait Kematian Satu Keluarga di Kalideres, Polisi: Ditemukan Buku Mantra dan Kemenyan

Respon positif pun diutarakan oleh Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan. Ia pun berkeinginan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hutan adat.

"Inikan sumber mata pencarian, suka tidak suka, mau tidak mau negara harus hadir. Inikan harta 'berlian'mereka. Mereka tidak punya lahan lagi. Kita harus beri kenyamanan kepada mereka. Saya buat perda, harapan kita tetaplah dipertahankan, jadi harus ada pengawasan bersama, masyarakat juga sadar," ujar Bupati Tapanuli Utara Nikson Nababan.

Ia menegaskan, sebagai Bupati tentu ada dua sisi yang harus tetap ia jaga. Sebagai kepala daerah, tentu ada regulasi yang tetap harus ia jaga.

"Saya juga harus mengamankan investasi di Tapanuli Utara. Tetapi saya yang dipilih oleh masyarakat juga punya tanggung jawab untuk masyarakat saya ini. Apa yang mereka keluhkan, apa yg selama ini mereka rasakan dan apa yang mereka perjuangkan saya juga harus perjuangkan," tegasnya.

"Maka tugas saya bagaimana dua komponen ini harus bisa saya gabungkan. Agar apa yang diperjuangkan masyarakat bisa terakomodir tanpa melanggar regulasi," imbuhnya.

Bagi Nikson, tidak ada masalah jika ada dasar hukum serta ada juga alasan yang kuat dari masyarakat untuk pengajuan ke pemerintah pusat terkait dengan hutan adat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini